Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2017
sudah mulai berjalan yang ditandai dengan proses pemutakhiran daftar pemilih.
Bahkan dari 3 Agustus 2016 proses pendaftaran dukungan calon perseorangan juga sudah
dimulai.
Mengingat hal ini KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara
Pemilu tentu mempersiapkan beberapa Peraturan untuk disetiap tahapan Pilkada
2017, namun penyelenggara merasa kesulitan dalam menyusun Peraturan tersebut
dengan adanya pasal 9 huruf a dan pasal 22
huru b dalam UU No. 10 Tahun 2016, pasal-pasal itu berbunyi menyusun dan
menetapakan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah dalam
forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat
Dengan adanya pasal tersebut dalam pengesahan UU Pilkada, maka penyelenggara
pemilu KPU merasa bunyi dalam pasal itu mengurangi kemandirian bagi KPU sebagai
penyelenggara Pemilu. Sebagai lembaga yang mandiri seharusnya KPU mempunyai
kebebasan dalam pengambilan keputusan sesuai dengan keyakinan KPU yang
berpedoman pada UU.
Sama - sama kita ketahui jika adanya pasal itu bisa menghambat pembentukan PKPU
jika masukan DPR tidak sesuai dengan perintah UU. Pasalnya, DPR sebagai lembaga
politik bisa memberikan rekomendasi yang sesuai dengan kelompok politik
tertentu, sedangkan KPU dalam membuat pelaksanaan teknis tidak boleh
mencerminkan kekuatan politik tertentu.
Adanya pasal tersebut, juga tidak sesuai dengan amanat konstitusi dalam Pasal
22E ayat 5 yang menyatakan KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Namun
nyatanya dalam UU Pilkada KPU tidak boleh mengambil Keputusan sendiri seperti
yang dibunyikan dalam pasal 9 hurub a dan
pasal 22 hurub dalam UU pilkada berarti pasal tersebut bertentangan dengan
amanat konstitusi dalam Pasal 22E ayat 5.
Kemudian dala UU Pilkada yang telah disahkan Bawaslu
diberikan kewenangan yang kuat dalam menindak politik uang tanpa melalui jalur
pidana seperti yang dibunyikan dalam pasal 73, namun pasal pembentukan aturan
yang harus mengikat disebutnya sebagai kemunduran revisi UU Pilkada. Seharusnya
kita harus memperkuat penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu agar Pilkada kalini
jauh lebih baik dan untuk seterusnya.